PERESMIAN BLOGGER ALEXANDER UMBU GODA

Alexander umbu goda secara resmi hari ini tanggal 05 october 2013 telah memutuskan untuk menetapkan sebuah lencana dalam blog ini yang saya beri nama Peresmian Bloger Alexander

Jumat, 31 Januari 2014

daily life

Home > Aktifitas > Daily Life

DAILY LIFE

BANYAK penduduk asli Sumba Barat, terutama yang bermukim di kampung adat baik itu di pelosok desa ataupun di ibu kota Waikabubak, masih menjalani rutinitas kehidupan mereka dalam nuansa tradisional.

Aktivitas sehari-hari biasanya dimulai seiring kokok ayam jantan di pagi hari. Pada saat itu suasana kampung pelan-pelan mulai memperlihatkan tanda-tanda kehidupan. Bunyi tumbukan alu dan lesung dari rumah-rumah panggung yang berjajar melingkar mengelilingi kampung adalah yang pertama membelah kesunyian. Disusul ringkik kuda dan uikan babi yang merasa terusik dari tidur panjang mereka di kandang kolong rumah. Gadis-gadis muda dengan mata yang masih berat oleh kantuk bergegas menuruni kampung menuju sumber air. Di sebagian tempat, air masih ditampung dalam wadah tanah liat (periuk tanah) lalu dijunjung begitu saja di atas kepala sambari mereka melenggang lincah naik turun kampung yang berada jauh di puncak bukit.

Seperti biasa, para ibulah yang paling sibuk. Menyiapkan sarapan, memberi makan ternak, memetik sayuran segar untuk di jual ke pasar terdekat dan tentu saja mengurusi anak-anak mereka yang masih kecil. Lalu apa kerja para pria? Di pagi seperti itu tak banyak yang mereka lakukan. biasanya menikmati kopi hangat sambil menyiapkan peralatan bertani. Baru setelah terbit matahari mereka mulai bergegas. Para gembala menggiring ternak mereka menuju sawah atau padang-padang pengembalaan. Para pedagang bergegas menuju pasar atau paranggang (pasar terbuka di desa-desa yang diadakan sekali/dua kali dalam seminggu) dan para petani menuju kebun serta ladang.

Jika berkunjung ke kampung tradisional pada siang hari, Anda akan mendapati kampung yang nyaris lengang. Hanya segelintir orang yang akan Anda temui di sana. Mungkin para wanita muda yang tengah asyik menenun kain sambil mengunyah sirih pinang dan berceloteh satu sama lain. Atau wanita-wanita tua yang tampak sibuk menganyam pandan untuk dijadikan kaleku, mbola dan lainnya. Mungkin juga beberapa orang lelaki, umumnya berusia paro baya, yang duduk-duduk saja di bale-bale menikmati siang yang tenang. Kampung kembali ramai menjelang senja, sewaktu sebagian besar warga yang bekerja di luar kampung kembali pulang ke rumah.

Penduduk asli Sumba, terutama kaum pria, masih banyak yang sehari-harinya mengenakan busanan tradisional, lengkap dengan parang yang terselip di pinggang. Bagi orang luar mungkin terkesan sangar, tapi sebetulnya senjata tersebut adalah kelengkapan busana. Orang Sumba sendiri adalah pribadi yang ramah. Walau penuh intrik dengan sesamanya sendiri, mereka cukup terbuka dengan orang luar. Datanglah ke kampung-kampung tradisional, maka Anda akan disambut dengan suguhan sirih pinang sebagai tanda selamat datang. Jika sudah lebih akrab, selain sirih pinang Anda juga akan disambut dengan ciuman di hidung, yang bagi orang Sumba sama artinya dengan jabat tangan. Orang Sumba sangat menghargai tamu, bagaimana pun keadaannya, mereka selalu berusaha menjamu tamu mereka dengan makanan, bukan makanan ringan, tapi nasi lengkap dengan lauk daging.

Seperti diungkap Bill Dalton dalam bukunya Indonesian Handbook (1991) kunjungan ke Sumba Barat bisa menjadi sebuah pengalaman yang memperkaya jiwa, tentu saja dengan satu atau dua syarat: Anda betul-betul berniat mengalami dan memahami kehidupan mereka, dan yang terpenting Anda siap beradaptasi dengan kultur non-industrial dengan segala keterbatasannya.

Tidak ada komentar: