PERESMIAN BLOGGER ALEXANDER UMBU GODA

Alexander umbu goda secara resmi hari ini tanggal 05 october 2013 telah memutuskan untuk menetapkan sebuah lencana dalam blog ini yang saya beri nama Peresmian Bloger Alexander

Jumat, 31 Januari 2014

Tempat tempat pemujaan pulau sumba Alexander Umbu Goda

Home > Merapu > Tempat-Tempat Pemujaan
TEMPAT-TEMPAT PEMUJAAN

KEPERCAYAAN Marapu tidak mengenal tempat ibadah khusus seperti kuil atau sejenisnya.Memang ada semacam gubuk khusus yang disebut Uma Marapu, tapi tidak di setiapkampung, lagi pula bangunan tersebut bukan tempat ibadah melaikan tempat kediamanmarapu yang justru tidak boleh didatangi sembarang orang. Para penganut Marapu biasanyamelakukan pemujaan ditempat-tempat tertentu yang berada di dalam maupun diluar rumah. Berikut ini beberapa diantaranya:

  1. Mbali katounga
    (dalam bahasa Wanokaka disebut pani lulu) merupakan bale besardalam rumah yang langsung terhubung dengan pintu utama. Pemujaan-pemujaan yangberkaitan dengan upacara adat seperti kelahiran, perkawinan dan kematian biasa dilakukandi tempat ini, baik dengan cara sederhana ataupun urata. Dalam kehidupan seharihariMbali Katonga memiliki fungsi praktis sebagai tempat menerima tamu, tempat tidurdan sebaginya.

  2. Mata marapu
    altar kecil sederhana yang terletak di salah satu sudut ruangan, tempatmeletakkan benda-benda sakral yang memiliki kekuatan gaib atau yang melambangkankehadiran Marapu seperti Raba: kotak kecil tempat persemayaman Marapu; Weri:sejumput daun kelapa muda atau alang-alang yang berfungsi sebagai tanda laranganyang disertai kekuatan sihir. Kasede-Kanako: batu-batuan simbol keberuntungan ekonomi;dan Kaweda: bakul kecil terbuat dari rotan (uwe) atau kulit kayu rowa yang seringdigunakan pada pemujaan-pemujaan di sawah atau ladang. Di dalam kaweda tersimpanbenda-benda simbol marapu yang ada kaitannya dengan alat-alat pertanian seperti pisaukecil, batu asah (watu asa), kerat cendana (ndana), segumpal garam dan sepotong koprabakar. Benda-benda tersebut merupakan alat dan ramuan pemujaan yang bersamasirih pinang dipersembahkan kepada marapu saat hendak panen. Kaweda ada juga yangberisi bulu ayam (ghulu manu) sebagai lambang hewan korban, biji kapas (watu kamba)sebagai lambang bahan pakaian, mayang padi (ghuli pare) sebagai lambang hasil panen,serta nyiru kecil (ana tapi) sebagai lambang aktivitas kehidupan.

  3. Uma dana
    loteng yang berada tepat di atas perapian dan berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda pusaka milik kabisu, seperti patung-patung dari kayu atau batu, pedang, tombak, kaleku pamama (tas sirih dan pinang yang khusus diperuntukan bagi Marapu), dll.

  4. Parii Urat/Lambe
    tiang utama rumah adat dan cicin kayu yang melingkarinya. dipercaya sebagai jalur naik dan turunnya Marapu. Dalam pemujaan-pemujaan yang bertujuan memanggil marapu guna mendapatkan petunjuknya, para rato harus menancapkan ujung sebuah tombak yang disebut tombak ramalan (nombu urata) di tiang ini. Kehadiran marapu diketahui dari getaran yang ditimbulkan tombak tersebut, sementara kehendaknya diketahui dengan meneliti posisi usus ayam atau korban lain yang disembelih sesudah itu.

  5. Kere pandalu
    ruangan tempat menyimpan tempayan (pandalu). ada dua jenis tempayan yang tersimpan disini, yaitu padalu kaba (berisi air biasa untuk keperluan seharihari) dan padalu Podu (berisi air suci yang hanya boleh dipakai untuk kegiatan pemujaan). tersimpan pula gulungan daun pandan dan akar-akaran yang jika dicampur air suci berkhasiat sebagai ramuan penawar untuk menghalalkan makanan yang tadinya dianggap haram, terutama babi hutan yang diburu saat wulla poddu (bulan suci). Karena terdapat larangan membunuh saat wulla Poddu, maka daging babi hasil buruan di bulan itu dianggap haram sehingga harus diberi penawar dulu supaya bisa dimakan.

  6. Halibar/ Koro kombu
    ruang yang bersisian dengan koro ndouka. Calon pengantin yang hendak menikah biasanya di rias ditempat ini. Juga sebagai tempat berlangsungnya proses kelahiran.

  7. Koro Ndouka 
    bilik khusus yang diperuntukan bagi tuan rumah (mori uma). Terletak di pojok belakang Kere Pandalu, sejajar dengan mata marapu. Di dalam bilik yang pantang dimasuki sembarang orang ini tergantung kaleku pamama atau tempat sirih pemujaan. Menurut kepercayaan Sumba di dalam kaleku ini berdiam kula ina-kula ama yaitu roh pasangan leluhur pendiri rumah. Di bilik ini tersimpan pula benda-benda pusaka berupa perhiasan dan alat-alat upacara seperti piring-mangkuk pamali tempat menyajikan makanan yang khusus dipersembahan bagi marapu (pengga-koba) dan lain sebagainya.

  8. Bina kawunga penne pintu masuk utama yang langsung terhubung dengan mbale katounga. Di dekatnya ada para-para kecil tempat menyimpan benda-benda simbol marapu lainnya. Yang berdiam disini adalah Marapu Bo’u atau marapu baru, yaitu marapu yang belum diresmikan dengan upacara sehingga belum bisa bersatu dengan marapumarapu senior yang berdiam di mata marapu.

  9. Baga/ Lenang beranda depan tempat menggelar musyawarah para Rato untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pemujaan, adat istiadat maupun kehidupan sehari-hari.

  10. Natara
    secara harafiah berarti halaman. Dalam kaitannya dengan upacara adat dikenal dua jenis natara yaitu Natara Podu : halaman suci utama yang terletak di tengan kampung dan Natara Kabba: halaman yang terletak di depan rumah adat. Natara poddu digunakan sebagai tempat menggelar berbagai upacara adat besar seperti rawi rato, gholeka, zaigho, wulla poddu dan lain-lain, sedangkan natara kabba merupakan tempat menggelar ritual atau pesta-pesta yang berkaitan dengan penghuni rumah, seperti deke mawinne (perkawinan), rawina uma (pembangunan rumah) dan tengi tua (tarik batu kubur).

  11. Marapu Wanno – Marapu Binna
    Marapu Wanno adalah marapu penjaga kampung sedangkan marapu binna adalah marapu penjaga pintu. Keduanya tidak bisa dipisahkan karena pemujaannya sering kali bersamaan. Pemujaan yang sering dilakukan di depan kedua marapu ini adalah: Pakako Sala Diraka dan Wola Kapore. Pakako Sala Diraka adalah upacara mengeluarkan kampung dari kecemaran akibat perilaku incent dan semacamnya yang dipercaya bisa mendatangkan bencana. Upacara ini kerap dilakukan di depan pintu kampung dalam bentuk Zaigho (syair dan nyanyian). Sedangkan Wola Kapore merupakan upacara mengusir penyakit yang sedang mewabah. Pada kesempatan ini disediakan tujuh tempurung kelapa berisi tujuh buah sirih dan pinang, sekerat emas atau perak, satu butir telur dan segenggam beras. Seusai upacara, tempurungtempurung tersebut dibawa keluar sejauh mungkin dari kampung, dan bersamaan dengan itu seisi kampung berteriak-teriak gaduh sambil memukul-mukul dinding, lantai dan pakaian di badan untuk mengusir penyakit yang melekat.

  12. Adung
    tugu kayu yang dikelilingi batu-batu kecil. Pada zaman dulu adung merupakan tempat pelaksanaan upacara persiapan dan sesudah perang. ditempat ini pula kepala musuh yang berhasil ditebas dibawa pulang dan digantung. sekarang yang dilakukan di dekat adung adalah ritual persiapan berburu babi hutan saat Wulla Poddu.

  13. Pada/ Loda
    padang terbuka yang berfungsi sebagai arena pertandingan antar pemuda dari kabisu-kabisu yang berbeda. Sebelum bertanding, masing-masing pihak mengadakan upacara pemujaan dengan cara manggapu yang ditujukan kepada mori loda - mori pada (penunggu lembah - penunggu padang) agar roh-roh pemilik tempat itu memberi keberanian dan kekuatan mengalahkan lawan.

  14. Katoda
    sebatang kayu teras dari jenis kayu kanjuru atau kanawa yang dibuat berkelar-kelar, yang dipancangkan pada tempat-tempat tertentu seperti hulu sawah, kebun atau mata air. Sebuah batu ceper diletakkan disisi katoda sebagai tempat meletakkan sesaji sehingga secara keseluruhan keduanya terlihat seperti lingga dan yoni, (konsep hindu tentang kesuburan). Ritual-ritual pemujaan sederhana terkait dengan pertanian biasanya dilakukan di depan katoda ini.

  15. Mawo
    secara harafiah berarti bayangan, naungan, atau pelindung. dalam konteks ini berupa pohon-pohon besar yang dikeramatkan. Di Wanokaka ada tradisi yang dilakukan setahun sekali dengan membawa kerbau ke bawah pohon ini untuk melakukan pemujaan yang disebut Tangu Keri Gallu (mendinginkan kuku kerbau). Ritual ini dilaksanakan sebelum dan sesudah kerbau-kerbau tersebut bekerja menggarap lahan dengan tujuan dijauhkan dari segala marabahaya. Ritual yang lebih umum disebut tangu mawu ai juga bertujuan mendapatkan perlindungan dan keselamatan. Di Lamboya terdapat ritual sejenis yang disebut pannu ana malangita yang dilaksanakan dua hari menjelang pasola. Sementara di sebagian wilayah Loli ada ritual Pogo Mawo, yaitu ritual pemotongan pohon pelindung di hutan-hutan terdekat dan menanamnya kembali di tengah kampung. Seperti namanya, pohon ini merupakan simbol perlindungan bagi seluruh warga kampung (lebih jauh mengenai Pogo Mawo akan dibahas dalam bab tentang Wulla Poddu).

Tidak ada komentar: