PERESMIAN BLOGGER ALEXANDER UMBU GODA

Alexander umbu goda secara resmi hari ini tanggal 05 october 2013 telah memutuskan untuk menetapkan sebuah lencana dalam blog ini yang saya beri nama Peresmian Bloger Alexander

Jumat, 31 Januari 2014

Upacara kematian dan penguburan pulau sumba Alexander umbu Goda

Home > Budaya Megalitik > Kematian dan Penguburan

UPACARA KEMATIAN DAN PENGUBURAN

ORANG Sumba percaya adanya kehidupan sesudah mati. Oleh sebab itu ritual-ritual yang berhubungan dengan kematian dan penguburan menjadi sangat penting. Ini adalah momen tatkala jiwa almarhum dilepas menuju Parai Marapu sehingga perlu dilakukan dengan tata cara yang benar. Tatkala orang Sumba meninggal dunia, jasadnya diletakkan di mbale katounga dalam posisi berbaring atau duduk, ditekukkan sedemikian rupa sehingga mirip janin dalam kandungan sebagai perlambang kelahiran kembali ke dunia arwah. Pengaturan posisi ini tidak dilakukan semaunya tapi merujuk pada kabisu asal almarhum. Jasad tersebut diselubungi degan kain tenun terbaik, yang kian lama kian bertumpuk seiring kedatangan para pelayat yang membawanya sebagai simbol duka cita.

Seperti upacara adat besar lain yang dilakukan dalam masyarakat komunal, ritu- Upacara Tarik Batu. al kematian apalagi penguburan, tak pernah menjadi urusan keluarga inti semata. Bahkan sudah kebiasaan orang Sumba membawa pulang mayat ke kampung besar untuk diurusi seluruh klan, tak perduli di manapun ia meninggal, bahkan bila itu membutuhkan biaya yang sangat mahal. Begitu pula dengan kaum kerabat, karena terikat tanggungjawab dan solidaritas, mereka selalu menyempatkan diri untuk hadir di kampung besar guna mengurusi jalannya upacara. Jadi di Sumba Barat, peristiwa kematian dan penguburan senantiasa menyebabkan arus mudik, semacam reuni besar-besaran. Kedatangan kaum kerabat ini, terutama mereka yang mempunyai pertalian khusus, tidak dilakukan secara individual tetapi selalu dalam rombongan berjumlah banyak. Mereka datang dengan pakaian adat lengkap serta membawa tanda belasungkawa berupa kain tenun terbaik serta kerbau, kuda atau babi. Siapa membawa apa diatur berdasarkan status almarhum dan ikatan kekerabatan diantara mereka.

Jarak antara kematian dan penguburan umumnya berkisar antara lima sampai tujuh hari, tapi jika urusan finansial atau batu kubur masih harus dipersiapkan, maka bisa berbulan-bulan bahkan sampai hitungan tahun. Sejumlah kerabat perempuan selalu berkerumun disekeliling mayat sambil menangis dan meratap, tapi di kalangan bangsawan para hambalah yang diserahi tugas ini. Pada malam menjelang penguburan ada yang namanya ritual Pakako Ata Mate yang intinya adalah pendarasan syair-syair ratapan tentang perjalan yang telah dan akan ditempuh almarhum menuju dunia baru. Sekarang ritual ini sudah jarang dilakukan kecuali oleh segelintir keluarga tertentu. Yang terakhir dilaksanakan di kampung Tambera sewaktu Ibunda Rato Yewa L. Kodi meninggal dunia pada tahun 2011.

Saat jenazah dikebumikan, belasan bahkan puluhan ekor kerbau, kuda serta babi disembelih sebagai persembahan kepada Marapu yang akan menyertai perjalanan almarhum menuju dunia arwah, sekaligus untuk menjamu ribuan pelayat yang datang memberikan penghormatan terakhir. Kain tenun tradisional, emas, barang pecah belah dan benda berharga lainnya ikut dikubur bersama almarhum sebagai bekal menjalani kehidupan baru. Di kalangan bangsawan Sumba Timur, ada kebiasaan memilih empat atau delapan orang hamba untuk ditugaskan sebagai Papangganggu, semacam pengiring sekaligus mediator untuk berkomunikasi dengan Almarhum. Hamba-hamba ini terlebih dahulu disucikan melalui ritual adat, lalu didandani dengan busana terbaik. mereka tidak diperkenankan menyentuh tanah jadi sewaktu menuju kubur mereka digendong atau naik kuda. Hamba kesayangan biasanya diletakkan di atas batu kubur dan bediam diri hingga upacara selesai (Sylvia Asih Anggraini: 2002).

Tidak ada komentar: