PERESMIAN BLOGGER ALEXANDER UMBU GODA

Alexander umbu goda secara resmi hari ini tanggal 05 october 2013 telah memutuskan untuk menetapkan sebuah lencana dalam blog ini yang saya beri nama Peresmian Bloger Alexander

Jumat, 31 Januari 2014

sistem kerabatan sumba - Alexander Umbu Goda

Home > Sosial Budaya > Sistim Kekerabatan
KELOMPOK KEKERABATANSeperti yang terjadi pada masyarakat mana pun, tatanan masyarakat Sumba dibentuk dari unit-unit kecil rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak mereka. Namun sesuai tradisi, rumah tangga orang Sumba tidak pernah hanya dihuni oleh keluarga inti semata, tetapi mencakup pula saudara-saudara kandung suami yang belum menikah, janda yang tidak memiliki anak, dan anak-anak dari saudara mereka yang telah yatim piatu. Mereka tinggal dalam sebuah rumah dan makan dari dapur yang sama serta mengurus ekonomi keluarga secara bersama-sama.
Secara legal formal kelompok kekerabat masyarakat Sumba dikenal dengan nama kabisu (klan). yaitu kelompok kekerabatan patrilineal yang didasarkan pada kesamaan asal usul nenek moyang beserta seluruh warisannya. Pada prinsipnya warisan-warisan inilah yang mendasari identitas suatu kelompok kabisu, yaitu: rumah dan atau kampung adat, lahan dan atau kawasan adat, harta benda pusaka yang tak boleh diperjualbelikan, serta ritual-rital pemujaan terhadap marapu tertentu yang dilakukan secara bersama-sama oleh anggota kabisu bersangkutan.
Walau keanggotan dalam suatu kabisu diwariskan dari ayah kepada anak-anaknya (patrilineal), namun perkawinan lah, atau lebih tepatnya mas kawin (belis) lah yang melegalkan keaggotaan tersebut. Dengan kata lain anak-anak yang lahir tanpa belis menjadi anggota kabisu ibunya, bukan ayahnya. Sebaliknya, anak-anak yang orang tua biologisnya berasal dari kabisu lain, katakanlah kabisu A, bisa saja menjadi anggota kabisu B jika belis orang tua kandungnya ditanggung oleh anggota kabisu B.
Berdasarkan luasnya cakupan anggota, kabisu dapat dibedakan menjadi beberapa level. Cakupan yang lebih sempit meliputi kabisu yang anggota-anggotanya tergabung dalam sebuah uma kalada. Uma kalada berarti rumah besar, atau lebih tepat jika ditafsirkan sebagai rumah adat utama yang dibangun oleh pendiri kabisu bersangkutan. Anggot rumah adat sendiri adalah sejumlah rumah tangga yang merupakan turunan pendiri kabisu. Tentu saja tidak semuanya berdiam di rumah adat utama, tetapi rumah adat tetap menjadi pusat kehidupan mereka, baik sosial maupun spiritual. Seremoni- seremoni penting dalam siklus hidup anggota kabisu seperti perkawinan dan penguburan tetap dilaksanan di rumah adat peninggalan leluhur ini. Mereka juga selalu datang ke rumah adat untuk bersama-sama melakukan pemujaan-pemujaan tertentu.
Sebuah rumah adat selalu memiliki nama yang biasanya didasarkan atas peran ritual yang dijalankannya. Tiap-tiap rumah adat, dengan demikian tiap-tiap kabisu, menjalankan tanggungjawab ritual yang berbedabeda. Banyak diantaranya merupakan ritual adat besar yang membutuhkan banyak persedian seperti makanan, persembahan dan lain sebagainya. Kebutuhan-kebetuhan tersebut sebagian terpenuhi dari hasil lahan milik kabisu yang berada dibawah penguasaan rumah adat. Dari sini bisa disimpulkan bahwa siapa yang menduduki rumah adat dengan sendirinya memiliki hak untuk mengontrol lahan milik kabisu.
Rumah adat utama biasanya diwariskan kepada anak lelaki tertua. Bersama rumah adat ikut pula sejumlah harta pusaka, lahan pertanian dan tentu saja tanggungjawab ritual. Karena kaitannya dengan seremoni adat, maka warisan-warisan ini (rumah adat sebagai tempat upacara, lahan pertanian sebagai penunjang kebutuhan upacara, harta pusaka sebagai obyek/ asesori pemujaan) tidak menjadi barang pribadi, yang artinya tidak boleh diperjualbelikan oleh pewaris. Hak guna jatuh pada anak lelaki tertua, tetapi hak milik tetap berada pada kabisu.
Cakup yang lebih luas meliputi kabisu yang anggota-anggotanya tergabung dalam sebuah Wanno kalada atau kampung besar. Sama seperti uma kalada, wanno kalada juga merupakan kampung adat utama tempat para leluhur dulunya membangun uma kalada masing-masing. Dengan demikian anggota kabisu pada level ini adalah gabungan dari anggota-anggota uma kalada. Dari sini bisa dilihat bahwa jarang sekali ada wano kalada atau kampung adat yang homogen, lebih seringnya dihuni oleh beberapa kabisu berlainan yang berkolaborasi menjalankan pemerintahan, ketertiban dan pemujaan tertentu.
Seiring pertambahan penduduk, keterbatasan lahan dan sejumlah alasan lain, banyak warga kampung adat yang berpindah dan membuat pemukiman baru diluar kampung besar. Beberapa kampung baru ini ada juga yang akhirnya menjadi kuat dan berpengaruh, namun tidak bisa mendapatkan kedudukan seperti kampung adat utama. Kampung-kampung yang baru ini dalam istilah lokal disebut sebagai wanno gollu yang secara harafiah berarti kampung berpagar, disebut demikian karena kampung-kampung tersebut umumnya dibangun di sekitar padang pengembalaan yang berpagar. Ada pula rumah-rumah yang dikenal dengan istilah umma ouma (rumah kebun), rumah seperti ini pada prinsipnya adalah rumah sementara yang dibangun dengan tujuan untuk menjaga ladang atau kebun.
Di kalangan masyarakat Sumba ada keyakinan mengenai darah dan daging yang hanya diturunkan dari pihak ibu. Berdasarkan keyakinan ini maka muncul sebuah sistem kekerabatan yang bersifat jasmaniah. Hubungan kekerabatan ini disebut Ole Dadi dan dihitung berdasarkan pertalian darah dari pihak ibu (matrilineal). Tidak seperti kekerabatan dalam kabisu yang perlu dilegalkan lewat belis, kekerabatan berbasis hubungan darah didapat secara otomatis begitu seseorang dilahirkan, dengan demikian lebih kekal dan bersifat emosional. Sehubungan dengan konsep Ole Dadi terdapat dua istilah relasi yaitu Loka dan Ana Kabine. Loka adalah panggilan yang diberikan seorang anak kepada saudara laki-laki ibunya (khusus) atau kepada anggota laki-laki kabisu ibunya (umum). Sebaliknya, ana kabine adalah panggilan yang diberikan loka kepada anak-anak saudara perempuan mereka. Hubungan antara loka dan ana kabine adalah hubungan seumur hidup yang juga meliputi serangkain hak dan kewajiban diantara keduanya. Namun jika kelompok kekerabatan patrilinel memiliki nama yang jelas sebagai identitas kelompok (misalnya kabisu Anawara, Kabisu Waitapal, dan lain sebagainya) tidak demikian dengan kelompok kekerabatan matrilineal ini. Tidak ada nama yang disandangnya, anggotanya tersebar di berbagi kabisu yang ada sehingga agak sulit teridentifakasi oleh orang di luar komunitas.

Tidak ada komentar: