PERESMIAN BLOGGER ALEXANDER UMBU GODA

Alexander umbu goda secara resmi hari ini tanggal 05 october 2013 telah memutuskan untuk menetapkan sebuah lencana dalam blog ini yang saya beri nama Peresmian Bloger Alexander

Jumat, 31 Januari 2014

upacara adat - Alex umbu Goda

Home > Sosial Budaya > Upacara Adat
UPACARA SIKLUS HIDUP 

SELAIN perkawinan, ada beberapa upacara siklus hidup yang sering dilakukan oleh masyarakat asli Sumba Barat, antara lain:
1.  Gollu Uma/Haba Ngillu/Hai Lara  
Merupakan ritual pemujaan sederhana yang dilakukan kala seorang wanita sedang mengandung. Pada kesempatan ini dua ekor ayam dikorbankan pada Marapu. Satu untuk kesalamatan si calon ibu dan satu lagi untuk kepentingan si jabang bayi agar kelak terlahir sempurna.
2.  Eta Tana Mewa (Upacara kelahiran)  
Merupakan ritual yang mengiringi proses kelahiran. Dalam upacara ini diadakan doadoa kepada marapu agar proses pengeluaran ari-ari dan pemotongan tali pusat dapat berjalan lancar. Ari-ari tersebut biasanya dimasukkan dalam sebuah bakul kecil lalu disimpan dalam lubang kayu. Bayi yang baru lahir dimandikan dalam ramuan tradisional agar kulitnya menjadi bersih.
3.  Pangara ana (Upacara Pemberian Nama)   
Setelah dilahirkan bayi segera diberi nama yang biasanya diambil dari nama-nama leluhur mereka yang telah meninggal. Nama-nama itu disebut satu persatu sambil melihat reaksi bayi. Jika bayi memberi reaksi tertentu saat sebuah nama disebut maka nama itulah yang dipilih. Ritual pemberian nama selalu disertai pemujaan dengan menyembelih dua ekor ayam. Satu ekor diistilahkan sebagai penyeka keringat si bayi (karena si bayi telah berusa dan berhasil menentukan nama) dan satunya lagi untuk menghindari malapetaka. Di beberapa tempat ritual ini seringkali diikuti dengan acara memecahkan buah kelapa oleh rato adat. Jika kelapa terpecah banyak berarti si ibu akan melahirkan banyak anak, jika kelapa tidak pecah berarti anaknya hanya seorang itu saja.
4. Kawutti (Upacara Cukur Rambut)Upacara ini umumnya dilakukan bersamaan dengan upacara pemberian nama. Saudara laki-laki ibu si anak (loka) selalu diundang untuk menghadiri ritual ini, dan tentu saja ia tidak datang dengan tangan kosong. Babi, kain tenun dan pisau cukur adalah hadiah yang harus dibawa serta. Dilain pihak, Ayah si anak pun tak bisa tinggal diam, tapi harus balas meberikan satu ekor kuda. Babi pemberian loka biasanya disembelih sebagi persembahan pada marapu sekaligus dibagikan kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu si ibu saat hamil dan melahirkan. Pada zaman dulu ada juga ritual cukur rambut yang dilakukan saat anak-anak memasuki masa remaja, saat itu rambut dicukur separuh kepala, menyisakan sejumput sebagai tanda telah remaja.
5. Burru Mareda (Upaca ra Sunat) 
  Secara harafiah burru mareda berarti turun ke padang sementara yang dimaksudkan adalah acara sunatan yang dilakukan terhadap remaja laki-laki sebagai tanda memasuki masa dewasa. Istilah burru mareda digunakan karena ritual ini biasa dilakukan ditempat terpenci seperti gua atau pondok kecil ditengah padang. Setelah disunat para remaja lelaki tersebut diasingkan di sana selama seminggu, tidak boleh berhubungan dengan keluarga dan hidup mandiri sebagai tanda kedewasaan. Setelah itu mereka kembali ke kampung dalam baluatan busana adat lengkap, dengan parang terselip di pinggang sebagai simbol laki-laki dewasa. Upacara sunatan umumnya dilaksanakan saat wulla poddu (bulan suci) sekitar bulan Oktober - November.
6. Katatu (Tato)
  Banyak kebudayaan lain yang juga mengenal tato. Seni merajah tubuh ini memiliki beragam makna, antara lain makna simbolis: dimana tato dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan religius, sebagai perlambang dan identitas. Makna sosial: dimana tato menjadi tanda kebersamaan dan solidaritas. Makna ekspresi: sebagai bentuk curahan hati. Dan makna estetika: sebagai ungkapan rasa keindahan. Bentuk tato pun bermacam-macam, umumnya dipengaruhi oleh ragam hias yang berkembang pada kebudayaan setempat. Di Sumba Barat tato umumnya dirajah pada tubuh wanita yang telah menikah dan melahirkan anak, dengan demikian memiliki makna simbolis. Dalam jurnal berjudul Arts and Culture of Sumba, Janet Hoskin menyimpulkan bahwa tato perempuan Sumba melambangkan kesuksesan reproduksi serta konstribusi berharga wanita tersebut bagi klan suaminya, yaitu keturunan. Tato juga menegaskan senioritas sang wanita dari wanita lainnya. Masih menurut Hoskin, motif tato pada dasarnya merupakan replika pola hias kain tenun, yang pada dasarnya merupakan replika benda-benda maskulin seperti kerbau, mamoli, dan lain sebagainya. Proses pembuatan tato dilakukan dengan teknik tradisional, menggunaka bahan dan peralatan yang masih sangat sederhana. Dimulai dengan membuat bahan dasar tato dari campuran daun maroto walu (sejenis jeruk kecil) yang berfungsi sebagai perekat, jelaga atau arang sabut kelapa yang berfungsi sebagai pewarna hitam dan sedikit air. Semua bahan dicampur dan diaduk hingga mengental lalu kulit digambari sesuai motif yang diinginkan. Proses selanjutnya adalah merajah gambar di kulit dengan duri pohonmaroto kalada (jeruk besar) hingga mengeluarkan darah, kemudian mengolesinya dengan bahan pewarna, dan terakhir menyemburkan kunyahan daun umakara (rosa mala) yang berfungsi sebagai antiseptik. Karena tekniknya yang menyakitkan pembutan tato semacam ini nyaris tak pernah dilakukan lagi.       

Tidak ada komentar: